Tanggapi Isu Permainan Ruangan, Pihak RSUD AWS Samarinda Sebut Sterilisasi Jadi Penyebab Kekosongan
SOROTMATA.ID — Isu dugaan “permainan ruangan” di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda ramai dibicarkan publik belakangan ini.
Isu ini mencuat setelah muncul laporan mengenai pasien yang kesulitan mendapat kamar rawat meski rumah sakit disebut memiliki sejumlah ruang kosong.
Manajemen RSUD AWS Samarinda akhirnya angkat bicara menanggapi isu tersebut.
Pihak RSUD AWS menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak benar. Kekosongan ruangan bukan disebabkan adanya praktik manipulatif atau permainan administrasi, melainkan karena prosedur sterilisasi dan pergantian pasien yang wajib dilakukan sesuai standar operasional pelayanan kesehatan.
Wakil Direktur Medik dan Keperawatan RSUD AWS, Nurliana Adriati Noor, menjelaskan bahwa setiap ruang perawatan di rumah sakit tidak bisa langsung ditempati kembali setelah pasien sebelumnya keluar. Ada jeda waktu khusus yang digunakan untuk pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi, agar ruang benar-benar aman bagi pasien berikutnya.
“Kekosongan itu bukan karena tidak ada pasien. Tapi karena kami harus memastikan proses sterilisasi berjalan dengan baik setiap kali ada pergantian pasien,” ujar Nurliana, yang akrab disapa Nana, Senin (20/10/2025).
Menurutnya, rumah sakit terbesar di Kalimantan Timur itu setiap hari menerima sekitar 86 pasien baru, dengan total kunjungan hampir tiga ribu pasien sejak Juli hingga Oktober tahun ini. Ia menyebut, jumlah tersebut sudah mendekati batas maksimal kapasitas pelayanan harian. Untuk menjawab berbagai spekulasi yang beredar, Nana turut merinci kapasitas kamar rawat yang dimiliki RSUD AWS.
“Total ruangan kami meliputi ruang VIP sebanyak 67 unit, kelas satu ada 104, kelas dua 57, kelas tiga 199, serta ruang khusus seperti luka bakar (2 bed), perinatologi (10 bed), isolasi (25 bed), dan stroke center (17 bed),” paparnya.
Namun, lanjutnya, angka tersebut tidak berarti seluruh kamar selalu dapat digunakan secara bersamaan. Setiap ruangan memiliki waktu transisi berbeda tergantung jenis kasus pasien dan tingkat risiko infeksi.
“Untuk ruang infeksius, proses pembersihannya harus lebih lama dan tidak bisa diisi oleh pasien lain sebelum benar-benar steril,” jelasnya.
Selain itu, pihak rumah sakit juga menerapkan kebijakan etika dan keselamatan pasien, seperti larangan mencampur pasien laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan, serta memastikan ruang isolasi hanya digunakan untuk pasien dengan penyakit menular.
“Kadang masyarakat melihat kamar kosong lalu mengira ada permainan. Padahal bisa jadi kamar itu khusus untuk pasien perempuan, sementara yang menunggu adalah pasien laki-laki. Itu murni soal penyesuaian prosedur, bukan diskriminasi,” tegas Nana.
Isu dugaan permainan ruangan ini sempat memicu reaksi cepat dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim). Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, mengonfirmasi bahwa laporan terkait keluhan pasien datang langsung dari Wakil Gubernur Kaltim.
Pemprov menilai perlu ada klarifikasi terbuka agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat, terutama di tengah pelaksanaan program layanan kesehatan gratis yang kini sedang digalakkan pemerintah daerah.
“Kami melihat ada perbedaan informasi antara kondisi lapangan dan penjelasan dari rumah sakit. Maka kami minta manajemen menjelaskan secara transparan agar publik mendapat gambaran yang jelas,” kata Jaya dalam keterangannya.
Menanggapi hal itu, RSUD AWS pun membuka data hunian dan proses layanan secara detail. Nana menegaskan, tingkat hunian rumah sakit saat ini berada di kisaran 60 hingga 80 persen, angka yang dianggap ideal untuk menjaga efektivitas kerja tenaga medis sekaligus menjamin sterilisasi ruang berjalan optimal.
“Kalau tingkat hunian 100 persen, ruang tidak sempat disterilkan. Itu justru membahayakan pasien. Kami tidak ingin demi mengejar angka penuh, malah mengorbankan keselamatan,” ujarnya.
Lebih jauh, Nana menegaskan bahwa RSUD AWS tidak pernah menolak pasien. Proses sterilisasi dan transisi ruang adalah bagian dari tanggung jawab medis untuk mencegah penularan infeksi silang. Ia juga menyebut bahwa terkadang pasien membutuhkan waktu rawat lebih lama dari perkiraan, terutama pada kasus pemulihan kritis atau komplikasi.
“Ada pasien yang sudah waktunya pulang, tapi kondisinya belum stabil. Jadi belum bisa dipindahkan. Itu menyebabkan kamar lain belum bisa digunakan,” jelasnya.
Nana menambahkan, rumah sakit berkomitmen memberikan pelayanan maksimal meskipun menghadapi keterbatasan ruangan dan lonjakan pasien musiman.
“Kami berupaya terus menambah efisiensi alur pasien agar tidak terjadi penumpukan, tapi tetap menjaga mutu dan keamanan,” ujarnya menegaskan.
Pihak rumah sakit menyambut baik langkah Pemprov Kaltim yang akan melakukan evaluasi sistem pelayanan di seluruh rumah sakit rujukan Samarinda. Nana menilai, pengawasan eksternal justru penting agar publik melihat bahwa sistem yang dijalankan RSUD AWS sesuai standar nasional.
Dengan klarifikasi ini, manajemen RSUD AWS berharap isu dugaan permainan ruangan tidak lagi menimbulkan kegaduhan. Sterilisasi, etika, dan keselamatan pasien tetap menjadi prioritas utama, bukan alasan untuk menolak pasien yang membutuhkan perawatan.
“Rumah sakit ini melayani masyarakat dari berbagai kabupaten. Jadi, wajar jika sorotan publik besar. Kami siap diaudit kapan saja, karena yakin semua prosedur sudah sesuai standar mutu nasional,” pungkasnya.
(tim redaksi)